1. Ketidakjelasan model bisnis
karena terpentok regulasi
Sejak awal berdiri, status Sevel
memang terombang-ambing antara convenience store atau restoran. Patut
diketahui, Sevel mengantongi izin usaha berupa rumah makan dari Kementerian
Pariwisata.
Tapi kalau kamu masuk ke dalam
Sevel, tentu yang kamu saksikan adalah convenience store. Oleh karena itulah
masalah ini kerap jadi perdebatan hingga ke level pemerintah karena sejatinya
convenience store harus mengantongi izin dari Kementerian Perdagangan.
Namun di sisi lain, usaha retail
seperti convenience store harus dikelola 100 persen oleh perusahaan lokal. Dan
seperti diketahui, Sevel merupakan perusahaan kelontong asal Dallas Amerika Serikat,
yang sahamnya diambil alih oleh supermarket Jepang.
Dari masalah ini, kita bisa tarik
kesimpulan bahwa ketegasan dalam berbisnis bakal jadi kunci kelangsungan
bisnismu. Pastikan juga model bisnismu didukung oleh regulasi yang berlaku di
Indonesia. Kalau ga, ya kayak Sevel deh, izin usahanya jadi ribet.
2. Strategi bisnis kurang mantap
Ketika Kementerian Perdagangan
dipimpin oleh Rachmat Gobel, muncul Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag)
No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan,
Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. Sevel pun terkena aturan ini
mengingat mereka adalah pengecer minuman beralkohol.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha
Indonesia (APINDO), Haryadi Sukamdani pun mengatakan, penjualan Sevel drop
karena adanya larangan ini. Sevel seperti kehilangan salah satu kekuatan dalam
daya saingnya di antara peritel lain.
Bersamaan dengan itu, Haryadi
menambahkan bahwa manajemen Sevel gak punya strategi yang mumpuni dalam
menghadapi persaingan bisnis. Apalagi sebagai peritel, Sevel tergolong masih
baru. Beda sama Alfamart, Indomaret, atau Circle K.
belajar dari sevel
Jadi inget nih, pas lagi ngehits,
Sevel sering ngajak band-band indie ngamen di sana (ngeband di Sevel/NY Times).
Pengamat waralaba Tri Rahardjo juga ikut berkomentar terhadap kasus Sevel.
Menurutnya, gak ada pemasukan yang signifikan bagi Sevel. Yang datang ke Sevel
untuk nongkrong jauh lebih banyak ketimbang yang beli sehingga biaya
operasional pun gak ketutup. Nah, itu kenapa penting banget buat merencanakan
kelangsungan bisnismu sebelum mendirikan usaha. Jangan sampai salah strategi
kayak Sevel ya.
3. Ekspansi bisnis yang terlalu
agresif
Ekspansi memang bisa mengubah
bisnismu menjadi raksasa, tapi pelaksanaannya membutuhkan perhitungan yang
matang. Ekspansi pun harus disertai dengan penerapan strategi bisnis yang
mumpuni agar kelangsungan bisnismu tetap baik di masa depan.
Nah bagaimana dengan Sevel ini?
Outlet pertama mereka didirikan pada 2009, dan pada 2010 mereka sudah membuka
gerai yang ke 21. Pada 2011 gerai Sevel jadi 57, 2012 sudah ada 100, dan pada
akhirnya 2014 sudah ada 190 gerai.
Ekspansi Sevel bisa dikatakan
cukup agresif. Tapi jangan salah, setiap pembukaan gerai pasti akan menambah
biaya operasional bukan?
Sedangkan penjualan Sevel pada
2015 mulai mengalami kemerosotan. Inilah yang menyebabkan Modern International
pelan-pelan mengurangi gerai Sevel. Outlet-nya susut dua unit pada 2015 menjadi
188, dan pada 2016 berkurang lagi hingga 175.
Rugi bersih perusahaan pada 2016
mencapai Rp 638,7 miliar dari sebelumnya untung Rp 54,8 miliar di tahun 2015.
Komisaris Modern International Donny Sutanto juga mengakui ada beban utang
perbankan yang harus ditanggung Sevel dan mereka gak sanggup melanjutkan
operasional.
Dari sini, kita bisa ambil
pelajaran kalau ekspansi bisnis harus selalu diimbangi dengan perencanaan yang
matang. Kalau terburu-buru, yang ada kocar-kacir bayar utang dan biaya
operasional. Untung gak didapat, rugi gak terhindarkan.
Kasus Sevel menjadi bukti bahwa
sebagai pengusaha atau entrepreneur wajib buatmu untuk tegas dan jeli ketika
berbisnis. Tegas dalam memilih model bisnis apa yang bakal dilakoni, dan jeli
ketika melihat adanya hambatan dan peluang.
Selain itu harus juga sigap dalam
menghadapi persaingan. Melihat perkembangan zaman, kamu harus cepat beradaptasi
dengan pasar. Jangan sampai berhenti berinovasi kalau gak mau tenggelam dalam
persaingan.
Kalau mau ekspansi, jangan ngoyo
dan pastikan dana yang tersedia mencukupi. Atau kalau mau pinjam ke bank juga
sah-sah aja, asal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Ada kok pinjaman tanpa
agunan yang bunganya 0,98 persen per bulan, dengan plafon maksimal Rp 300 juta.
Minjam duit untuk usaha
boleh-boleh saja, tapi harus dengan perhitungan yang matang. Supaya aman,
usahakan agar cicilan kredit perbulannya gak lebih dari 40 persen
penghasilanmu. Gak mau kan punya usaha tapi pendapatannya habis cuma buat bayar
utang?
.
Sumber: https://goo.gl/Vi54QR
.
#bisnis #enterpreneur #investasi
#finance #keuangan #tips #gayahidup #manajemen #pengusaha
0 comments:
Post a Comment